Perbedaan Ideologi Hizbullah dan Al-Qaedah

Muhammad Fnyasy, anggota legislatif dari fraksi Hizbullah di Parlemen Lebanon, menekankan keinginan Hizbullah untuk bergandeng tangan dengan semua elemen masyarakat Lebanon dengan segenap perbedaannya. Akan tetapi, dia mengecualikan kalangan sekuler yang “menghina prinsip-prinsip dan kesucian-kesucian Islam” atau yang memaksakan sekularisme sebagai ideologi negara dari kemungkinan kerjasama politik. Bagi Fnyasy, kelompok sekuler ekstremis ini pada dasarnya menentang agama, sehingga tak mungkin bagi organisasi dan gerakan keagamaan seperti Hizbullah untuk bergandeng tangan denganya.

Dalam kenyataannya, Hizbullah memang berkoalisi dengan berbagai kelompok Muslim maupun non-Muslim lain dalam kerangka strategi politik dan militernya. Di pentas politik nasional Lebanon, misalnya, Hizbullah menjalin koalisi yang kuat dengan Gerakan Patriotik Merdeka (Free Patriotic Movement atau Al-Thayyar Al-Wathani Al-Hur) yang dipimpin oleh Jenderal Michel Aoun dari Kristen Maronit. Pada tahun 2006, Gerakan Patriotik Merdeka yang sudah berubah menjadi partai politik Maronit terpopuler, menandatangani memorandum kesepahaman dengan Hizbullah. Dalam memorandum itu kedua belah pihak berupaya untuk menggariskan masalah-masalah dasar berbangsa dan bernegara yang disepakati bersama sebagai modal untuk membangun masyarakat pluralistik yang toleran dan saling menghargai.

Implikasi serius lain yang muncul dari perbedaan pandangan dalam penerapan jihad ialah penentuan musuh dan wilayah yang diistilahkan oleh sejumlah teoritisi jihad dengan dâr al-harb (wilayah perang) sebagai lawan dari dâr al-Islâm (wilayah Islam). Dalam konteks ini, kita dapat kembali melihat perbedaan pandangan yang mencolok antara Hizbullah dan Al-Qaedah. Mengikuti teori fiqih Syiah, Hizbullah tidak mengakui dikotomi yang dicetuskan oleh Abu Hanifah dan dikembangkan oleh Ibn Taymiyyah ini. Oleh karena itu, dalam pandangan Hizbullah, tidak terdapat legitimasi keagamaan untuk mengangkat senjata melawan negara Lebanon. Malah, Hizbullah ikut terlibat dalam pemerintahan dan menuntut penguatan negara dalam segala bidang, termasuk bidang militer.

Dalam pidato politiknya menyambut gerakan protes kelompok oposisi di Lebanon tahun 2006, Hasan Nashrallah menyatakan bahwa karakteristik Lebanon menuntut model pemerintahan persatuan nasional yang terdiri atas seluruh elemen keagamaan, sektarian, etnik dan kedaerahan yang utuh. Nashrallah juga menekankan pentingnya semua komponen bangsa untuk bersatu menolak segala perpecahan yang diinginkan oleh musuh-musuh Lebanon. Konflik sektarian dan perang saudara merugikan semua pihak di Lebanon dan keuntungan bersih hanya untuk Israel. Setelah menjelaskan berbagai makar pemerintahan Fuad Seniora terhadap Hizbullah selama perang 2006 dan pembunuhan Ahmad Mahmud, Nashrallah menyatakan,

“Akan tetapi, terlepas dari semua yang saya sampaikan di atas, dan di sini dunia akan terheran-heran, kami adalah orang-orang yang berpegang pada nilai dan budaya yang sangat peduli pada persatuan, toleransi dan kasih sayang. Saya memaafkan mereka semua…saya juga meminta semua kelompok Salafi ekstremis yang ditahan karena merencanakan pembunuhan saya untuk dilepaskan. Saya meminta pengadilan untuk mendengar harapan saya agar mereka tidak dijatuhi hukman apa-apa. Pulangkanlah mereka semua ke Thariq Jdaide.”

Sebaliknya, dalam pandangan gerakan-gerakan Islam Wahabi yang berinduk pada al-Qaedah, Lebanon termasuk dalam dâr al-harb, sehingga jihad melawan negara pun dibolehkannya. Hal ini, misalnya, bisa dilihat dari perilaku Fatah Al-Islam yang berafiliasi dengan al-Qaedah di Lebanon. Pertempuran antara Fatah Al-Islam dan militer Lebanon di kamp pengungsi Palestina Nahr Al-Barid pada bulan Mei tahun 2007, menurut Hasan Mneimneh, kian mempertajam perbedaan strategi jihad al-Qaeda dengan Hizbullah, khususnya vis-à-vis negara Lebanon. Dari berbagai pengakuan yang diberikan oleh para militan Fatah al-Islam terungkap adanya rencana untuk mengumumkan berdirinya “al-imârah Islâmiyyah” di Lebanon Utara. Mneimneh menjelaskan bahwa para pemikir dan ideolog Al-Qaedah mendukung dan memuji Syakir al-Absi, pemimpin Fatah al-Islam kelahiran Yordania yang selamat dari pertempuran tersebut.

Bilal Y. Saab dan Bruce O. Riedel menunjukkan sejumlah perbedaan ideologis dan strategis antara Hizbullah dan Al-Qaedah dalam menerapkan jihad. Menurut keduanya, setidaknya ada empat perbedaan antara ideologi dan strategi jihad Hizbullah dan Al-Qaedah. Pertama, adanya pelbagai perbedaan teologis yang tak mungkin didamaikan: Al-Qaeda mengikuti ideologi kaku yang melihat Muslim Syiah sebagai makhluk paling hina, bahkan lebih hina daripada Yahudi dan “Salibis.” Bagi Al-Qaedah, kaum Syiah adalah rawâfidh (para penentang) yang seharusnya diperangi layaknya semua kafir lain. Sepekan sebelum terbunuh, pemimpin Al-Qaedah Irak, Abu Musab al-Zarqawi, mengeluarkan penyataan keras yang menuduh Hizbullah bertindak sebagai penyangga penjaga Israel dan melarang seluruh penganut Ahl Sunnah untuk berdamai dengan Syiah. Hizbullah yang biasanya menahan diri dari mengeluarkan komentar balasan tentang isu-isu internal umat Islam, menggambarkan Al-Qaedah dan ideologinya segera setelah peristiwa 11 September melalui pernyataan Sekretaris Jenderalnya, Hasan Nasrallah, sebagai “entitas yang terkurung di abad-abad pertengahan dan bersikeras membunuh orang-orang Muslim yang tak berdosa.” Pada Juni 2006, Nawaf al-Musawi, direktur kantor hubungan eksternal Hizbullah, menjawab tuduhan-tuduhan Zarqawi dengan menganggapnya sebagai alat AS dan Israel untuk melawan kelompok-kelompok perlawanan Arab dan menilai tindakan-tindakan kriminalnya semata-mata untuk mengobarkan perang sipil dan perseteruan sektarian.

Kedua, strategi politik kedua gerakan ini saling berseberangan: Berbeda dengan Al-Qaedah, Hizbullah telah menerima proses politik dan bekerja secara formal dalam politik partisipatoris dan kompetitif (meski dengan tetap mempertahankan sayap paramiliternya). Sementara Al-Qaedah berjuang untuk menghancurkan seluruh rezim Arab dan sekutu-sekutunya demi menggantikan semuanya dengan sistem pemerintahan gaya Taliban, Hizbullah berjuang di dalam sistem politik Lebanon. Sekalipun sangat revolusioner, Hizbullah secara tidak langsung siap bernegosiasi dan berkompromi dengan musuh-musuhnya (seperti terbukti pada sejumlah pertukaran tawanan dengan Israel selama dua dekade terakhir). Singkatnya, berbeda dengan Al-Qaedah, Hizbullah siap diajak bertransaksi.

Ketiga, perbedaan-perbedaan strategis: Al-Qaedah praktis memerangi Iran dan Suriah yang membentuk penyokong logistik utama Hizbullah dengan meletekkan Hizbullah sebagai “agen Imperium Safawi” dan melekatkan stigma-stigma sektarian pada Hizbullah dan Poros Perlawanan yang terdiri atas Iran dan Suriah. Keempat, Al-Qaedah telah memperlihatkan permusuhannya atas Hizbullah dalam beberapa tahun terakhir ini. Pada Juli 2004, Jund al-Syam, sekutu Al-Qaedah di Lebanon, mengklaim bertanggungjawab atas pembunuhan pejabat senior Hizbullah yang bekerja membantu kelompok-kelompok perlawanan Palestina, Ghaleb Awali. Kemudian, pada April 2006, pihak berwenang Lebanon menggagalkan rencana jaringan teroris yang berafiliasi dengan Al-Qaedah untuk membunuh Sekretaris jenderal Hizbullah, Hasan Nasrallah.

Steven P. Bording menunjukkan sejumlah perbedaan mencolok antara strategi dan operasi jihad Hizbullah dan Al-Qaedah. Bording akhirnya mengambil beberapa kesimpulan berikut. (1). Al-Qaedah dan Hizbullah memiliki pendekatan, motivasi dan tujuan yang berbeda dalam melancarkan jihad. (2). Al-Qaedah memanfaatkan jaringan ekspatriat di berbagai negara untuk memfasilitasi operasi-operasi jihadnya, sementara Hizbullah tidak melakukan modus operandi serupa karena ia bergerak dalam kerangka perjuangan nasionalistik. (3). Meski terkadang memiliki keserupaan dalam teknik dan taktik, Al-Qaedah pada umumnya, misalnya, menculik untuk membunuh sementara Hizbullah menculik untuk ditukar dengan anggota-anggotanya yang ditawan; (4). Al-Qaedah melakukan teror untuk membunuh sementara Hizbullah membunuh untuk tujuan politik yang lebih tinggi; (5). Hizbullah tidak pernah menunjukkan vulgarisme dalam memperlihatkan operasi-operasinya dan menggunakan komunikasi yang lebih low-profile sementara Al-Qaedah memakai gambar-gambar kekerasan yang grafis untuk melancarkan propagandanya.

Salah satu perbedaan lain yang dengan jelas dapat dilihat dari kedua gerakan jihad ini ialah peran kaum perempuan dalam keduanya. Bila kita melihat organisasi dan organigram Al-Qaedah, maka kita tidak akan menemukan sebuah divisi yang khusus berfungsi untuk memberdayakan peran perempuan dalam jihad. Sebaliknya, dalam organigram Hizbullah ada beberapa divisi yang secara khusus berhubungan dengan pemberdayaan peran perempuan. Qassem memaparkan sejumlah peran perempuan dalam gerakan jihad Hizbullah: partisipasi aktif dalam menggalang dan memobilisasi basis sosial; pendidikan dan penguatan budaya perlawanan; penguatan emansipasi organisasi; dan lain sebagainya.

Segenap perbedaan ini sebenarnya bersumber dari perbedaan pemahaman terhadap prinsip-prinsip jihad dalam Islam. Al-Qaedah menggunakan jihad dalam konteks penyerangan dan ekspansi pengaruh, sementara Hizbullah membatasi jihad pada konteks perlawanan. Dalam perkembangannya, perbedaan ini memunculkan banyak dampak yang sangat luas, baik pada tataran strategis, taktis, dan operasional jihad. Jika ideologi Hizbullah dapat melahirkan strategi jihad yang menghidupkan dimensi-dimensi jihad intelektual, sosial, politik, diplomatik, dan media yang konsisten dan disegani, maka ideologi jihad model Al-Qaedah berangsur-angsur merosot kepada dimensi militer an sich yang menjauhkan partisipasi sosial di dalamnya.

Postingan populer dari blog ini

orgasme wanita muncrat ,Membuat Wanita Muncrat saat Ejakulasi Squirting

persyaratan pendaftaran fakultas kedokteran dan kesehatan tahun Akademik 2014-2015