Antara Seks, Judi Bola dan Pengajian Di Warkop Negeri Syariat

Entah kapan bisa ditertibkan warong kopi atau cafe-cafe nakal ini, yang diberbagai di negeri Syariat Islam Aceh menjadi tempat dimana rakyat berinteraksi dengan berbagai obrolan, pendapat dan transaksi. Fenomena ini muncul jelas terlihat di mata kita saat ada cafe-cafe yang berkedok sebagai tempat judi bola, transaksi seks dan ada juga cafe yang memang konsisten menjadikan pengajian-pengajian untuk membahas persoalan agama.

Fenomena warong kopi ini membuktikan segala macam interaksi adalah domain publik. Bahkan berbagai transaksi dikuatkan lagi dengan fasilitas-fasilitas yang tersedia di warong kopi tersebut. Ini menunjukkan dukungan dari pemilik cafe atau warong kopi itu memang jelas-jelas ada.

Contohnya, ada cafe-cafe yang sengaja meluaskan arealnya untuk tempat-tempat tertentu dijadikan transaki seks dan narkoba. Lumrah publik sering memanfaatkannya pada waktu malam hari dibawah lampu yang sengaja dibuat remang-remang. Kemudian ada cafe yang sengaja menyediakan TV layar lebar untuk nonton bareng bola yang disisip dengan judi. Bahkan ada juga pemilik warong kopi yang sengaja membuat pengajian untuk membahas persoalan agama di Aceh.

Kondisi ini memang sudah terlihat di negeri Syariat Islam di Aceh, khususnya di Kota Banda Aceh yang konon lagi sudah dibentuk komite penguatan aqidah dan peningkatan amal Islam oleh Walikota Banda Aceh, Mawardi Nurdin. “Namun sayang komite ini masih eksis terhadap rapat-rapat belum melakukan action di lapangan,” sebut Sekjen Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) Tgk. Faisal Ali.

Tgk. Faisal Ali mengatakan itu dalam majelis pengajian yang digagas oleh pemilik cafe Rumoh Aceh setiap Jum’at malam di Rawa Sakti, Lingke Banda Aceh. Menurut Tgk. Faisal, komite penguatan aqidah yang sudah dibentuk itu perlu action bukan rapat-rapat saja. Action yang dilakukan itu menurutnya sangat banyak, salah satunya adalah menghimbau para pengelola cafe atau warong kopi untuk menutup bahkan menegur masyarakat yang berada di warong kopi atau cafe saat tiba waktu Sholat.

Himbauan itu harus dilakukan, dan bagi pemilik cafe bisa menegur masyarakat dengan menghidupkan suara azan yang keras. “Jika perlu tegur secara keras kalau memang masyarkat itu masih berada di warong kopi bersamaan dengan waktu sholat,” tegas Faisal.

Maka maklumlah jika Syariat Islam di Aceh ini banyak yang kritik, kadangkala muncul bermacam ironi. Lihat saja di waktu Maghrib yang memang waktunya sangat singkat, justru saat-saat inilah yang ramai terlihat rakyat di warong kopi. Bahkan amatan The Globe Journal di salah satu cafe di Jalan Setui, Banda Aceh yang terlihat ramai hilir mudik wanita perokok tanpa jilbab dan berpakaian seksi di belakang area cafe tersebut. Mau bilang apa? Pasti itu nakal.

Beranjak dari realita itu, mudah memang melihat jadwal pertandingan bola yang seru di tonton. Dengar saja suara-suara publik saat nonton bola “ka habeh peng” (red- sudah habis uang), ada suara “jok lom point” (red- kasih lagi point). Teriakan penonton itu sering didengar saat pertandingan berlangsung. Konon lagi nonton bareng memang disajikan sebagai menu khusus dimayoritas warong kopi atau cafe di negeri Syariat ini.

Sebenarnya sikap ini tidak selalu salah, hanya saja perlu selalu dikontrol oleh masyarakat dan pemilik cafe. Jika kita terlalu bermain dalam dunia kesan maka kita selalu akan melupakan objektifitas. Walaupun kita sadar bahwa apa yang terlihat tak selalu akan berjalan dengan kenyataan. Seiring waktu yang terus berjalan dan akhirnya memang butuh tindakan yang keras untuk memberantas maksiat di negeri Syaria

Komentar

Postingan populer dari blog ini

orgasme wanita muncrat ,Membuat Wanita Muncrat saat Ejakulasi Squirting

persyaratan pendaftaran fakultas kedokteran dan kesehatan tahun Akademik 2014-2015